Komunikasi
I.
JENIS
JENIS KOMUNIKASI
1. Komunikasi Lisan
Komunikasi dapat terjadi baik secara langsung
maupun tak langsung yang dibatasi oleh jarak dan waktu. Jarak dan waktu sangat mempengaruhi
efisiensi dan efektifitas komunikasi. Komunikasi lisan bertujuan agar informasi
yang disampaikan oleh si penyampai informasi (berita) dapat diterima dan
dipahami oleh si penerima berita. Teknologi Komunikasi Lisan adalah
berkomunikasi dengan menggunakan alat yang menghasilkan suara berbahasa lisan
di antaranya telepon. Komunikasi lisan langsung artinya komunikasi
terjadi antara pemberi informasi langsung ke penerima informasi tanpa melalui
perantara baik orang atau alat. Komunikasi langsung mem-punyai kelebihan dan
kekurangan.
2. Komuniasi Tulis
Komunikasi tulis di-sampaikan
secara tak langsung, contoh yang paling kita kenal adalah surat kabar atau
koran, majalah, artikel, dan lain-lain. Teknologi komunikasi tulis adalah
berkomunikasi yang menggunakan tulisan, huruf, atau gambar. Melalui tulisan,
Anda dapat mengkomuikasikan ide, gagasan, pesan dan informasi lainnya,
contohnya surat menyurat.
3. Komunikasi isyarat
Komunikasi isyarat adalah
komunikasi dengan mengguna-kan kode-kode isyarat yang telah disepakati dan
dimengerti oleh kedua belah pihak baik yang memberi maupun yang menerima
informasi. Salah satu kode yang umum digunakan adalah kode Morse. Komunikasi
dapat di-lakukan melalui media lambang, simbol atau gambar. Model komunikasi
ini dapat kita temukan di antaranya di pinggir jalan atau tempat-tempat
tertentu yang kita kenal dengan istilah rambu-rambu. Berikut ini contoh
simbol/rambu.
II.
PENGHALANG DALAM BERKOMUNIKASI DAN BAGAIMANA TINDAKAN
ANDA SEBAGAI TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN
1.
Hambatan internal
adalah hambatan yang berasal dari
dalam diri individu yang tekait kondisi fisik dan fisikologis. Contohnya, jika
seorang mengalami gangguan pendengaran maka ia akan mengalami hambatan
komunikasi. Demikian pula seseorang yang sedang tertekan (depresi) tidak akan
dapat melakukan komunikasi dengan baik.
2.
Hambatan eksternal
adalah hambatan yang berasal dari luar individu
yang terkait dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya.
Contohnya, suara gaduh dari lingkungan sekitar
dapat menyebabkan komunikasi tidak berjalan lancar. Contoh lainnya, perbedaan
latar belakang sosial budaya dapat menyebabkan salah pengertian.
III.
JENIS
KOMUNIKASI YANG HARUS DITERIMA OLEH SEORANG FARMASIS .
1.
KOMUNIKASI
VERBAL
Jenis komunikasi yang paling lazim
digunakan dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah pertukaran
informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi
verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol
yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk
menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan
komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon
secara langsung.:
a.
Jelas dan
ringkas
Komunikasi
yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang
digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai
dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan
contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang
penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa,
mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan
kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
Contoh:
“Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda
menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”
b. Perbendaharaan Kata
Komunikasi
tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan
ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran,
dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak
mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan
dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara
saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan
“Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru Anda”.Jelas dan ringkas
c. Arti denotatif dan
konotatif
Arti
denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat
dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian,
tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang
mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati
memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat
penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
d. Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan
dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal.
Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin
akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap
klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak
jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu
kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat
dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum
mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin
menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara
terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
e. Waktu dan relevansi
Waktu
yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis
kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan
diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi
penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap
ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih
bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat.
f. Humor
Dugan
(1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit
yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan farmasi dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)
melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor
untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.
IV.
KOMUNIKASI
NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan katakata.
Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan
non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi
asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan
verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan.
a. Metakomunikasi
Komunikasi
tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara pembicara
dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi
pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam
pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh:
tersenyum ketika sedang marah
b. Penampilan Personal
Penampilan
seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi
interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama.
Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seseOrang berdasarkan
penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik,
cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan,
agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya
dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat
mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang
diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan
seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan
perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa
percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.
c. Intonasi (Nada Suara)
Nada
suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada
suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan
klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien
dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
d. Ekspresi wajah
Hasil
suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui
ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi
wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat
interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang
yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang
yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik.
Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien,
oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak
dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
e. Sikap tubuh dan langkah
Sikap
tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik.
Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap
tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti
rasa sakit, obat, atau fraktur.
f. Sentuhan
Kasih
sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.
Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun
harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat
menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau
membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien
tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit
untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson &
Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika
membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat
dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan
dan hati-hati. Komunikasi terapeutik sebagai tanggung jawab perawat, yakni
perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas
sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain
untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari
(1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap
tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang mementingkan
dirinya sendiri. Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979)
menyatakan bahwa
Komentar
Posting Komentar