Farmasi Klinis
I.
Pengertian
Farmasi Klinik
Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang relatif baru
berkembang di Indonesia. Istilah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an
di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu farmasi yang menekankan fungsi farmasis
untuk memberikan asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) kepada pasien.
Bertujuan untuk meningkatkan outcome pengobatan. Secara filosofis, tujuan
farmasi klinik adalah untuk memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko,
meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati pilihan pasien. Saat ini
disiplin ilmu tersebut semakin dibutuhkan dengan adanya paradigma baru tentang
layanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Tenaga farmasi yang bekerja
di rumah sakit dan komunitas (apotek, puskesmas, klinik, balai pengobatan dan
dimanapun terjadi peresepan ataupun penggunaan obat), harus memiliki kompetensi
yang dapat mendukung pelayanan farmasi klinik yang berkualitas.
Clinical Resources and Audit Group (1996) mendefinisikan
farmasi klinik sebagai :
“ A discipline concerned with the
application of pharmaceutical expertise to help maximise drug efficacy and
minimize drug toxicity in individual patients”.
Menurut Siregar (2004) farmasi klinik didefinisikan sebagai
suatu keahlian khas ilmu kesehatan yang bertanggung jawab untuk
memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien,
melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan
pasien yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur.
Dapat dirumuskan tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan efek terapeutik
obat, meminimalkan resiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya obat.
Kesimpulannya, farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu kesehatan di mana farmasis memberikan
asuhan (“care”; bukan hanya jasa pelayanan klinis) kepada
pasien dengan tujuan untuk mengoptimalkan terapi obat dan mempromosikan
kesehatan, wellness dan prevensi penyakit.
II.
Tujuan Farmasi Klinik
1.
Memaksimalkan efek terapeutik
Efektivitas terapi meliputi:
a.
Ketepatan indikasi
b.
Ketepatan pemilihan obat
c.
Ketepatan pengaturan dosis sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pasien
d.
Evaluasi terapi
2.
Meminimalkan resiko
a.
Memastikan risiko yang sekecil
mungkin bagi pasien
b.
Meminimalkan masalah ketidakamanan
pemakaian obat meliputi efek samping, dosis, interaksi, dan kontra indikasi
3.
Meminimalkan biaya
Untuk rumah sakit dan pasien
a.
Apakah jenis obat yang dipilih
adalah yang paling efektif dalam hal biaya dan rasional ?
b.
Apakah terjangkau oleh kemampuan
pasien atau rumah sakit ?
c.
Jika tidak, alternatif jenis obat
apa yang memberikan kemanfaatan dan keamanan yang sama
4.
Menghormati pilihan pasien
a.
Keterlibatan pasien dalam proses
pengobatan akan menetukan keberhasilan terapi.
b.
Hak pasien harus diakui dan diterima
semua pihan
III.
Macam – Macam Aktivitas Farmasi
Klinik
Walaupun ada sedikit variasi di
berbagai negara, pada prinsipnya aktivitas farmasi klinik meliputi :
1.
Pemantauan pengobatan
Hal ini dilakukan dengan menganalisis terapi, memberikan
advis kepada praktisi kesehatan tentang kebenaran pengobatan, dan memberikan
pelayanan kefarmasian pada pasien secara langsung
2.
Seleksi obat
Aktivitas ini dilakukan dengan bekerja sama dengan dokter
dan pemegang kebijakan di bidang obat dalam penyusunan formularium obat atau
daftar obat yang digunakan.
3.
Pemberian informasi obat
Farmasis bertanggug-jawab mencari informasi dan melakukan
evaluasi literatur ilmiah secara kritis, dan kemudian mengatur pelayanan
informasi obat untuk praktisi pelayanan kesehatan dan pasien
4.
Penyiapan dan peracikan obat
Farmasis bertugas menyiapkan dan meracik obat sesuai dengan
standar dan kebutuhan pasien
5.
Penelitian dan studi penggunaan
obat.
Kegiatan farmasi klinik antara lain meliputi studi
penggunaan obat, farmakoepidemio- logi, farmakovigilansi, dan farmakoekonomi.
6.
Therapeutic drug monitoring (TDM).
Farmasi klinik bertugas menjalankan pemantauan kadar obat
7.
Uji klinik.
Farmasis juga terlibat dalam perencanaan dan evaluasi obat,
serta berpartisipasi dalam uji klinik.
8.
Pendidikan dan pelatihan, terkait
dengan pelayanan kefarmasian.
Semua yang dipaparkan di atas adalah gambaran perkembangan
profesi farmasi, khususnya farmasi klinik, yang terjadi di beberapa belahan
dunia.
IV.
Pelayanan farmasi klinik
1.
Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau
saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua
fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter,
keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling
Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi
Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang
pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk: meningkatkan hubungan kepercayaan
antara Apoteker dan pasien; menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap
pasien; membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat; membantu
pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan Obat dengan penyakitnya;
meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan; mencegah atau
meminimalkan masalah terkait Obat; meningkatkan kemampuan pasien memecahkan
masalahnya dalam hal terapi; mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan;
dan membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien. Kegiatan
dalam konseling Obat meliputi: membuka komunikasi antara Apoteker dengan
pasien; mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obat
melalui Three Prime Questions; menggali informasi lebih lanjut dengan memberi
kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah pengunaan Obat;
melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien; dan
dokumentasi. Baca Juga: Pedoman Konseling Faktor yang perlu diperhatikan dalam
konseling Obat: a. Kriteria Pasien: pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri,
gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui); pasien dengan terapi jangka
panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-lain); pasien yang
menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid
dengan tappering down/off); pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi
sempit (digoksin, phenytoin); pasien yang menggunakan banyak Obat
(polifarmasi); dan pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah. b. Sarana
dan Peralatan: ruangan atau tempat konseling; dan alat bantu konseling (kartu
pasien/catatan konseling).
2.
Monitoring ESO
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi
pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa
dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang
terkait dengan kerja farmakologi. MESO bertujuan:
a.
Menemukan Efek Samping Obat (ESO)
sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.
b.
Menentukan frekuensi dan insidensi
ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan.
c.
Mengenal semua faktor yang mungkin
dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO.
d.
Meminimalkan risiko kejadian reaksi
Obat yang idak dikehendaki.
e.
Mencegah terulangnya kejadian reaksi
Obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
a.
Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat
yang tidak dikehendaki (ESO).
b.
Mengidentifikasi obat-obatan dan
pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO.
c.
Mengevaluasi laporan ESO dengan
algoritme Naranjo.
d.
Mendiskusikan dan mendokumentasikan
ESO di Tim/Sub Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
e.
Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek
Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a.
kerjasama dengan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi dan ruang rawat
b.
ketersediaan formulir Monitoring
Efek Samping Obat.
3.
Pencampuran obat suntik secara
aseptis
Pencampuran obat suntik harus dilakukan di Instalasi Farmasi
dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian Obat. Dispensing sediaan steril bertujuan: a. menjamin agar
pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan; b. menjamin
sterilitas dan stabilitas produk; c. melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya; dan d. menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
4.
Analisa efektivitas biaya
Analisis cost
effectiveness (analisis
efektivitas biaya) pada prinsipnya adalah membandingkan output yang
dihasilkan dari berbagai kombinasi input, sehingga bisa diperkirakan kombinasi biaya terendah
yang menghasilkan output yang diharapkan atau bisa pula mengidentifikasi output yang
terbaik dari suatu biaya yang besarannya sudah ditentukan. Kesemuanya mengacu
pada prinsip efektifitas. Analisis cost
effectiveness adalah suatu bentuk analisis ekonomi yang membandingkan biaya
dengan hasil (efek) dari dua atau lebih tindakan. Analisis cost effectiveness berbeda dari analisis cost-benefit (biaya-manfaat) yang memberikan nilai moneter untuk ukuran dari efek.
Analisis cost effectiveness sering digunakan dalam bidang pelayanan kesehatan dan
pendidikan, dimana tidak memungkinkan untuk menggunakan nilai uang untuk
mengukur efek kesehatan dan pendidikan.
5.
Penentuan kadar obat dalam darah
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan
interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter
yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker
kepada dokter. PKOD bertujuan:
a.
Mengetahui Kadar Obat dalam Darah
b.
Memberikan rekomendasi kepada dokter
yang merawat.
Kegiatan PKOD meliputi: melakukan
penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD); mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan
Kadar Obat dalam Darah (PKOD); dan menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat
dalam Darah (PKOD) dan memberikan rekomendasi.
6.
Penanganan obat sitostatika
Penanganan Sediaan Sitostatik Penanganan sediaan sitostatik
merupakan penanganan Obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai
kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada
keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik
dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat
pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai
pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan
harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi: melakukan perhitungan
dosis secara akurat; melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai;
mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan; mengemas dalam
kemasan tertentu; dan membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku. Faktor yang
perlu diperhatikan: ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai;
lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; HEPA filter; Alat Pelindung Diri
(APD); sumber daya manusia yang terlatih; dan cara pemberian Obat kanker.
7.
TPN (Total Parenteral Nutrisi)
Total Parenteral Nutrition (TPN) atau Total Nutrition
Admixture (TNA) merupakan terapi pemberian nutrisi secara intravena
kepada pasien yang tidak dapat makan melalui mulut. Tujuannya adalah mengganti
dan mempertahankan nutrisi-nutrisi penting tubuh melalui infus intravena ketika
(dan hanya ketika) pemberian makanan secara oral bersifat kontraindikasi atau
tidak mencukupi. TPN digunakan ketika diperlukan saja dikarenakan oleh risiko
yang terkait dengan terapi ini dan tingginya biaya untuk melakukan terapi ini.
TPN diberikan pada keadaan-keadaan sebagai berikut:
a.
Pasien yang sangat kekurangan
gizi tanpa asupan oral lebih dari 1 minggu
b.
Pankreatitis berat
c.
Radang usus berat (Crohn’s
disease dan ulcerative colitis)
d.
Operasi usus yang ekstensif
e.
Obstruksi usus kecil
f.
Kehamilan (pada kasus mual dan
muntah yang berat)
g.
Pasien dengan cedera di kepala
Kebutuhan dan Pertimbangan
Dasar Terapi TPN
-
Nutrisi dan cairan dasar
a.
Dekstrosa, sumber utama kalori;
1 gram dekstrosa memberikan energi sebesar 2,4 kilokalori (kkal)
b.
Asam amino, untuk sistesis
protein yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan; 1 gram asam
asmino memberikan energi sebesar 4 kkal
c.
Lemak, untuk kebutuhan asam
lemak esensial dan sebagai sumber kalori; 1 gram lemak memberikan energi
sebesar 9 kkal
d.
Elektrolit, Na, K, Mg, Ca,
fosfat
e.
Vitamin
f.
Trace elements, Cu, Cr, Zn, Mn,
Se
-
Antagosis reseptor-H2 histamin, untuk mencegah dan mengobati tukak pada GI atas dan tukak yang terkait
dengan stres; pengobatan ini sering disertakan pada formulasi TPN.
Agar tidak melebihi batas normal cairan sehari-hari,
nutrisi-nutrisi tersebut biasanya diberikan sebagai larutan hipertonis dengan
konsentrasi tinggi. Kerusakan vena yang diakibatkan
oleh pemberian larutan TPN hipertonis diminimalisasi dengan melakukan pemberian
larutan TPN melalui vena pusat berdiameter besar yang aliran darahnya cepat.
Hal ini memungkinkan larutan TPN menjadi cepat terencerkan karena mengalir ke
dalam tubuh.
a.
Jalur
Pemberian
TPN diberikan melalui pembuluh vena, yang secara umum dibagi
menjadi dua jalur, yaitu melalui vena sentral (Central Vein Nutrition /
CPN) dan vena perifer (Peripheral Parenteral Nutrition / PPN). PPN
memiliki resiko komplikasi lebih jarang dan biaya lebih murah. Sedangkan pada
pemberian melalui jalur sentral (central line), nutrisi parenteral
dimasukkan mulai vena subklavian menuju vena cava superior melalui operasi.
Terdapat jalur khusus perifer yang dimasukkan melalui vena median basilika
atau vena sefalis dan berujung di vena subklavian. Jalur ini dapat digunakan
sebagai regimen CPN dengan keamanan menyamai PPN. Jalur ini disebut Peripherally
Inserted Central Catheters (PICC). Jalur PICC dapat digunakan untuk
berbagai suplai makanan dan dapat diaplikasikan pada bagian manapun yang
memungkinkan (Dartford & Gravesham NHS Trust, 2006).
b.
Regimentasi
Pemberian
Untuk dewasa, pemberian TPN dimulai dengan tunjangan parsial yang
lalu ditingkatkan untuk mencapai target kalori dalam 24 jam. Salah satu metode
umum untuk memulai terapi adalah dengan menyediakan setengah dari volume dan
nutrien yang diharapkan pada hari pertama kemudian ditingkatkan untuk memenuhi
target hari selanjutnya.
Metode umum kedua ialah menyediakan volume target TPN dengan
nutrien sekitar 50% total target hari pertama. Emulsi lipid harus diberikan
sebagai infus terpisah, paling tidak pada hari pertama. Pemberian hari
selanjutnya ialah untuk memenuhi jumlah nutrien yang ditargetkan (Rollins,
2002).
c.
Komposisi Total
Parenteral Nutrition
TPN ditujukan untuk menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan
seperti pada diet normal. Penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan pasien
secara individual. TPN terdiri dari air, protein, karbohidrat, lemak,
elektrolit, trace elements, dan vitamin.
1.
Air
Kebutuhan air pada dewasa normal adalah 30-35 ml/kg/hari. Pasien
dengan kondisi tertentu seperti diare, muntah, berkeringat, dan demam
memerlukan jumlah air yang lebih besar. Kebutuhan air juga dipengaruhi oleh
beberapa penyakit seperti gangguan jantung, saluran pernafasan, hati, dan
ginjal.
2.
Energi dan nitrogen
Kebutuhan energi pada pasien sulit ditentukan dan kemungkinan
dapat mencapai 12000 kJ/hari. Kebutuhan energi meningkat pada pasien dengan
luka bakar, sepsis, pireksia dan trauma sehingga pasien perawatan intensif
membutuhkan energi dalam jumlah besar.
a.
Sumber energy
Glukosa adalah sumber karbohidrat yang paling banyak dipilih.
Larutan glukosa pekat diberikan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan diberikan
dalam bentuk infus melalui vena sentral untuk menghindari trombosis. Emulsi
lemak menyediakan asam lemak esensial bagi tubuh dan berguna sebagai pembawa
vitamin larut lemak. Intralipid adalah emulsi lipid/water yang menyediakan
sumber energi 4600 kJ/L (10%) atau 8400 kJ/L (20%). Meskipun lipid tidak lazim
digunakan sebagai sumber energi, sebaiknya diberikan setidaknya tiap minggu
untuk mencegah defisiensi asam lemak.
b.
Sumber nitrogen
Satu gram nitrogen setara dengan 6,25 gram protein, yang setara
dengan 5-6 gram asam amino. Albumin dibutuhkan jika terjadi hipoalbuminemia
yang sering terjadi pada pasien dalam kondisi sakit kritis.\ Nutrisi mikro
Elektrolit, vitamin, mineral, dan trace elements penting
untuk menyediakan sumber nutrisi menyeluruh dan mencegah ketidakseimbangan atau
defisiensi yang mungkin timbul.
Larutan elektrolit untuk nutrisi parenteral mengandung Na, K, Ca,
Mg, Cl, dan asetat dalam berbagai konsentrasi, atau berupa garam elektrolit
tunggal. Larutan asam amino dapat mengandung klorida dan asetat, atau fosfat,
dan ada yang mengandung berbagai jenis elektrolit. Jumlah tiap-tiap elektrolit
yang ditambahkan bersifat individual bergantung kebutuhan pasien.
Vitamin dibutuhkan tubuh dalam proses metabolisme. Vitamin-vitamin
larut air seperti asam askorbat, vitamin B6, niasin, riboflavin, dan vitamin
B12 biasanya tersedia dalam bentuk injeksi tunggal. Sedangkan vitamin larut
lemak, seperti vitamin A, D, E, K dapat ditambahkan ke dalam formulasi nutrisi
parenteral.
Trace elements esensial dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang kecil, yaitu
zink, tembaga, mangan, besi, krom, molibdenum, dan selenium. Trace
elements ini berperan sebagai kofaktor dalam sistem enzim.
Bahan tambahan lain: insulin dibutuhkan bila glukosa hipertonik
diberikan terkait insulin endogen yang tidak memadai atau adanya resistensi
insulin. (James-Chatgilaou, 1998; Rollins, 2002)
3.
Pemantauan penggunaan obat
Pemantauan penggunaan Obat merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional
bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan
risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Kegiatan dalam PTO meliputi:
pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD); pemberian rekomendasi penyelesaian masalah
terkait Obat; dan pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat. Tahapan
PTO: pengumpulan data pasien; identifikasi masalah terkait Obat; rekomendasi
penyelesaian masalah terkait Obat; pemantauan; dan tindak lanjut. Faktor yang
harus diperhatikan: kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis
terhadap bukti terkini dan terpercaya (Evidence Best Medicine); kerahasiaan
informasi; dan kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
4.
Pengkajian penggunaan obat
Program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu:
a.
mendapatkan gambaran keadaan saat
ini atas pola penggunaan Obat
b.
membandingkan pola penggunaan Obat
pada periode waktu tertentu
c.
Memberikan masukan untuk perbaikan
penggunaan Obat
d.
Menilai pengaruh intervensi atas
pola penggunaan Obat.
Kegiatan praktek EPO:
a.
Mengevaluasi pengggunaan Obat secara
kualitatif
b.
Mengevaluasi pengggunaan Obat secara
kuantitatif.
Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan:
a.
Indikator peresepan
b.
Indikator pelayanan
c.
Indikator fasilitas.
Amstrong dkk. 2005. The contribution of community pharmacy to
improving the public’s helath. Report 3 : An overview of evidence-base from
1990-2002 and recommendations for action.
Aslam M dkk. 2003. Clinical
Pharmacy : Menuju
Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien
Ikawati Z. 2010. Pelayanan
Farmasi Kinik pada Era Genomik: Sebuah Tantangan danPeluang. Disampaikan
pada Pengukuhan Guru Besar
Komentar
Posting Komentar