Alergi Makanan

Alergi Makanan 
Prof DR Dr Ariyanto Harsono SpA(K)
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya



1. Batasan

Alergi makanan di masyarakat merupakan istilah umum untuk menyatakan reaksi simpang terhadap makanan termasuk di dalamnya proses non-alergi yang sebenarnya lebih tepat disebut intoleransi. Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan. Intoleransi makanan merupakan reaksi terhadap makanan yang bukan reaksi imunologik, misalnya reaksi toksik, reaksi metabolik, dan reaksi indiosinkrasi.



2. Patogenesis
Faktor genetik berperan dalam alergi makanan. Imaturitas usus memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh. Pajanan alergen dapat terjadi sejak janin dalam kandungan dan sejak masih bayi, dan dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat. Kadang-kadang terdapat faktor pencetus: faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga). 

Alergen dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan besar molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan enzim proteolitik. Pada pemurnian alergen pada ikan diketahui allergen-M sebagai determinan walaupun jumlahnya hanya sedikit. Pada telur ovomukoid diketahui merupakan alergen utama. Betalaktoglobulin (BLG), Alflalaktalbumin (ALA), Bovin Serum albumin (BSA) dan Bovin gama globulin (BGG) merupakan alergen utama dalam susu sapi diantaranya BLG adalah alergen yang paling kuat. Protein kacang tanah yang terpenting sebagai alergen adalah arachin dan conarachin, sedangkan pada pemurnian ditemukan alergen yang disebut sebagai Peanut-1 suatu glikoprotein dengan berat molekul 180.000 dalton. Pemurnian pada udang mendapatkan Allergen-1 dan Allergen-2 masing-masing dengan berat molekul 21.000 dalton dan 200.000 dalton. Albumin, pseudoglobulin dan euglobulin adalah alergen utama pada gandum.
Umumnya Susu sapi adalah alergen pertama pada bayi, sekali respons IgE terhadap susu sapi terjadi Proses akan berlanjut dalam kehidupan bayi Sensitisasi terhadap protein makanan yang lain akan terjadi. 

Pada paparan awal, alergen makanan  akan dikenali oleh  sel penyaji antigen untuk selanjutnya mengekspresikan pada sel-T secara langsung atau melalui sitokin. Sel-T tersensitisasi dan akan merangsang sel-B menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe. Alergen yang intak diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus,yang pada kebanyakan anak-anak membentuk antibodi dari subtipe IgG, IgA dan IgM.  


Pada anak-anak atopi cenderung terbentuk IgE lebih banyak selanjutnya  mengadakan sensitisai sel mast pada saluran cerna, saluran nafas dan kulit. Bayi yang sangat atopi juga mendapat sensitisasi melalui susu ibu terhadap makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi-bayi dengan alergi awal terhadap satu makanan misalnya susu, juga mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembang menjadi alergi terhadap makanan lain. Pembuatan antibodi IgE dimulai sejak paparan awal dan rupanya berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi. 



Komplemen akan mulai mengalami aktivasi oleh kompleks antigen antibodi.

Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel-T. Sitokin mempunyai berbagai efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan. Aktifasi komplemen dan terjadinya komplek imun akan menarik netrofil

Kombinasi alergen dengan IgE pada sel mast bisa terjadi pada IgE yang telah melekat pada sel mast atau komplek IgE-Alergen terjadi ketika IgE masih belum melekat pada sel mast atau  IgE yang telah melekat pada sel mast diaktifasi oleh pasangan non spesifik, akan menimbulkan degranulasi mediator.Gejala  klinis yang timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan yang ditimbulkannya.
           

4. Gejala Klinik
Gejala klinis alergi makanan biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti kulit, saluran nafas, saluran cerna, mata, telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-pindah, gejala sering kali sudah dijumpai pada masa bayi. Makanan tertentu bisa menyebabkan gejala tertentu pada seseorang anak, tetapi pada anak lain bisa menimbulkan gejala lain. Pada seseorang makanan yang satu bisa mempunyai organ sasaran yang lain dengan makanan yang lain, misalnya udang menyebabkan urtikaria, sedangkan kacang tanah menyebabkan sesak nafas. Susu sapi bisa menimbulkan gejala alergi pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan anafilaksis. Bischop (1990) mendapatkan pada penderita yang alergi susu sapi : 40 % dengan gejala asma, 21% eksema, 43% dengan rinitis. Peneliti lain mendapatkan gejala alergi susu sapi berupa : urtikaria, angionerotik udem, pucat, muntah, diare, eksema dan asma.


5. Cara Pemeriksaan/Diagnosis
Diagnosis alergi makanan diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan secara akademis dipastikan dengan “Double Blind Placebo Controlled Food Challenge”. Secara klinis bisa dilakukan uji eliminasi dan provokasi terbuka “Open Challenge”. Pertama-tama dilakukan eliminasi dengan makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderita atau orangtuanya atau dari hasil uji kulit. Kalau tidak ada perbaikan maka dipakai regimem diet tertentu.





Diagnosis dengan diet eliminasi
Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :
1.     ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu, Telur, Ikan dan Kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan makanan-makanan yang banyak ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi makanan-makanan dengan indeks alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin lain untuk wilayah yang lain, sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur, kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang12, sedangkan Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan kacang.
2.     ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa makanan dengan indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan “elimination diet”, regimen ini terdiri dari beberapa bahan makanan  yang diperbolehkan yaitu : air, beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.
3.     ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-makanan dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat kasein, bahan makanan yang lain tidak diperkenankan.
4.     ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-makanan yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada penderita-penderita dengan keluhan dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik udem dan eksema.
5.     ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderitanya sebagai poenyebab gejala alergi.

Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika dengan salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah dilakukan  dengan benar, maka diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang baru, penderita diberi “carnaval” selama seminggu, artinya selama 1 minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik, dengan demikian ada semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan provokasi.



Periksaan Penunjang

• Uji kulit: sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).

• Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.

• IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 10u/ml sampai umur 20 tahun.

Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.



6. Penatalaksanaan
  • Pencegahan Primer
  • Pencegahan Sekunder
  • Pencegahan Tertier (Therapy)
  • Imunoterapi
  • Diet
  • Pharmalogic therapy
  • Beta-2 agonis
  • Xanthine derivative
  • Corticosteroid
  • Antagonist H1 generasi II
   
Harus ditekankan sekali lagi bahwa diet eliminasi/provokasi adalah untuk diagnostik. Bila alergen telah diketemukan maka harus dihindari sebaik mungkin. Makanan-makanan yang tergolong hipoalergenik dipakai sebagai pengganti. Kalau mungkin diberlakukan selamanya. Untungnya alergi susu sapi menghilang pada kebanyakan kasus pada umur 2 tahun. Juga harus diingat bahwa alergi tidak bisa disembuhkan, tapi dikendalikan jumlah frekuensi serangannya, dikurangi intensitas serangannya, dikurangi penggunaan obatnya, dikurangi jumlah hari bolos sekolah, ditingkatkan kualitas hidupnya. Desensitisasi pada alergi makanan tidak dilakukan sebab reaksinya  hebat dan sedikit sekali bukti-bukti kerberhasilannya. Andaikata berhasil, penderita juga tetap harus menyingkirkan makanan penyebab serangan alergi itu, seperti halnya desensitisasi dengan debu rumah penderitanya  tetap tidak boleh memakai kasur kapuk. Kepada orang tua penderita harus memberi tahu makanan pengganti, sebab seringkali orang tua kuatir akan terjadi kekurangan gisi pada anak mereka. Untuk pengganti susu sapi dapat dipakai susu hidrolisat whey atau hidrolisat casein. Walaupun ada beberapa laporan adanya anafilaksis pada penggunaan  susu ini, tetapi pada umumnya aman. Pilihan lain adalah susu formula kedelai, dengan harus tetap waspada terhadap kemungkinan alergi terhadap kedelai. 

Pada bayi yang menderita alergi makanan derajat berat yang telah menggunakan formula susu hipoalergenik, andaikata ingin memberikan lagi susu formula sapi, harus dilakukan dirumah sakit, karena jika gagal ada kemungkinan terjadi renjatan anafilaksis. Dalam hal ini epinefrin subkutan dengan dosis 0,01ml/kg maksimum 0,3ml bisa diberikan, hidrokortison intravena bisa ditambahkan selama resusitasi.

Pada anak-anak tanpa riwayat asma atau anafilaksis dan reaksi sebelumnya hanya  urtikaria, diphenhidramin 1-2mg/kg maksimum 75 mg dapat diberikan pada setiap kekeliruan paparan alergen. Sayur mayur bisa dianjurkan sebagai pengganti buah, daging sapi atau kambing sebagai pengganti telur ayam dan ikan. Makan di restoran kurang aman dan dianjurkan selalu membaca label bahan-bahan makanan jika membeli makanan jadi (label reading). Pada bayi yang melakukan eliminasi makanan yang masih menyusu pada ibu, maka ibu juga harus pantang makanan yang dipantang bayinya karena alergen bisa ditransfer melalui susu ibu.

Bila diet tidak bisa dilaksanakan  maka harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti yang tersebut di bawah ini:
Obat-obatan dan yang digunakan untuk mengobati alergi dapat dibagi menjadi kelompok besar:
1.         Obat yang menghambat aktivitas bahan kimia yang dilepaskan dalam tubuh selama reaksi alergi: - antihistamin dan antagonis leukotriene;
2.         Obat yang mengendurkan otot di saluran udara dari paru-paru, atau mengecilkan jaringan padat, atau membalikkan efek dari bahan kimia yang dilepaskan selama reaksi alergi: - bronkodilator, dekongestan dan epinefrin; anti acetylchloline
3.         Obat-obatan yang mencegah aktivasi sel yang terlibat dalam reaksi alergi: - agen anti-alergi: kromolin, ketotifen
4.         Obat yang memiliki efek yang lebih umum dalam mengurangi peradangan: - kortikosteroid;
5.         Terapi yang memodifikasi respon imun: - imunoterapi alergen.



Cromolin, Nedocromil.
Dipakai pada penatalaksanaan farmakoterapi terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika akhir-akhir ini mengalami kemajuan pesat. Sebagai hasil dari pemahaman  terhadap patofisiologi penyakit alergi saat ini obat-obat dengan khasiat anti inflamasi, anti alergi dan imunomodulasi banyak dikembangkan dan mulai dirasakan manfaatnya. Harus ditekankan pada penderita dan orang tuanya bahwa pengobatan utama penyakit alergi adalah menyingkirkan penyebab (alergen).
Pemberian beberapa macam farmakoterapi tidak bisa menggantikan peranan eliminasi alergen. Beberapa obat-obatan akan mengurangi gejala yang ringan tetapi secara keseluruhan efektiftasnya rendah, tidak lepas dari kemungkinan efek samping obat dan mungkin menutupi gejala awal pada kulit.
Khasiat anti inflamasi nedocromil lebih kuat dibanding cromolin in vitro. Lebih banyak digunakan untuk tujuan pencegahan sebelum terjadinya serangan sesak. Penggunaan kromolin pada penderita alergi makanan dengan beberapa gejala gastrointestinal sangat efektif. Pengobatan dimulai pada waktu penderita masih melakukan diet eliminasi. Kromolin juga efektif untuk gejala kulit pada Dermatitis Atopi yang disebabkan alergi makanan, sedangkan peneliti lain mendapatkan bahwa kromolin baik untuk mengatasi gejala gastrointestinal karena alergi susu sapi, tetapi tidak bisa mengatasi gejala ekstra intestinal.


Glukokortikoid.

Digunakan sebagai anti inflamasi pada penderita alergi makanan dengan gejala terutama asma. Pada asma akut tidak diperlukan kecuali pada penderita steroid dependent atau dalam pengobatan steroid sebelumnya. Pemberian prednison oral 5-7 hari akan mempercepat penyembuhan asma akut dan tidak berbahaya.
Pada keadaan lain, steroid oral pada asma akut dengan indikasi sebagai berikut: gejala dan PEF makin hari makin memburuk, PEF kurang dari 60%, gangguan asma malam dan menetap pada pagi hari, penggunaan bronkodilator lebih dari 4 kali perhari, penderita yang memerlukan nebulizer dan bronkodilator parenteral darurat.

Preparat oral yang dipakai adalah: metil prednisolon, prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai loading dose 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan dalam 4-10 hari. Steroid parenteral digunakan untuk penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus, preparat yang digunakan adalah metil prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan prednison oral. Kortikosteroid hirupan digunakan pada asma  dan rinitis alergika.


Beta adrenergic agonist
Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Beta-2-agonis long acting dapat melindungi selama 12 jam  dari bronko konstriksi. Epinefrin mempunyai kasiat alfa-2, beta-1 dan beta-2 agonis digunakan sebagai pengobatan renjatan anafilaktik.

Metil Xantin

Digunakan sebagai bronkodilator. Pada dosis rendah sudah mempunyai efek bronkodilasi terhadap penyempitan bronkus oleh latihan, uji provokasi histamin dan metakolin.

Antagonis Kolinergik  (muskarinik)
Termasuk golongan ini adalah atropin, ipatropium bromide, oxitropium bromide, thiazinamium chloride dan glycopyrolate. Penggunaanya adalah untuk pengobatan tambahan pada penderita dengan asma. Beberapa penderita non atopik mendapat manfaat dari penggunaan beta-2 agonis dan ipatropium bromide dalam meningkatkan efek bronkodilatasi.

Leukotrien antagonis
LTC4 dan LTD4 menimbulkan bronkokonstriksi yang kuat pada manusia, sementara LTE4 dapat memacu masuknya eosinofil dan netrofil ke saluran nafas. Preparat yang sudah ada di Indonesia adalah zafirlukast. Dapat digunakan pada penderita dengan asma persisten ringan. Namun pada penelitian dapat diberikan sebagai alternatif peningkatan dosis kortikosteroid inhalasi, posisi anti lekotrin mungkin dapat digunakan pada asma persisten sedang, bahkan pada asma berat yang selalu membutuhkan kortikosteroid sistemik, digunakan dalam kombinasi dengan xantin, beta-2-agonis dan steroid.

H1-Reseptor antagonis
            H1 reseptor antagonis generasi kedua mulai banyak digunakan dalam penanganan alergi karena tidak adanya efek samping CNS, untuk cetirizine bisa digunakan pada anak mulai umur 1 tahun dan tidak ada efek samping kardiovaskular, dapat digunakan untuk jangka lama, hal ini dimungkinkan karena kasiatnya terhadap penekanan molekul adesi ICAM-1. Obat ini telah banyak berhasil digunakan dalam pengobatan rinitis alergika dan urtikaria kronik dan terbukti efektif dan aman. Cetirizine, karena kasiatnya disamping hambatan degranulasi sel mast dan basofil dan hambatan aktifasi agregasi platelet, juga kasiat terhadap penekanan ekspresi sel adesi, membuka cakrawala baru dalam pengobatan asma. Antihistamin generasi sebelumnya, efek antikolinergiknya yang memperburuk gejala asma karena pengentalan mukus, dan pada dosis tinggi efek samping CNS nya, sangat membatasi penggunaanya dalam pengobatan asma. Beberapa penelitian membuktikan efektifitas Cetirizine pada asma ringan, pada asma sedang dan berat berperan sebagai obat “corticosteroid sparing”.



Penderita berusaha menyingkirkan makanan penyebab alergi. Bila diet tidak dapat dilaksanakan dengan baik maka  harus diberikan pengobatan sistomatis. Obat yang diberikan sama dengan obat untuk penyakit alergi lainnya. Orang tua harus diberi tahu tentang makanan pengganti sebab dikuatirkan dapat terjadi kekurangan gizi pada penderita.



1. Tujuan Penatalaksanaan:
·         Menurunkan Morbiditas
·         Menurunkan intensitas serangan
·         Menurunkan frekuensi serangan
·         Menurunkan jumlah/macam obat
·         Menurunkan jumlah hari bolos sekolah
2. Tujuan akhir: penderita mendapat kualitas hidup yang lebih baik

Prognosis 



Alergi makanan yang mulai pada usia 2 tahun mempunyai prognosis yang lebih baik karena ada kemungkinan kurang lebih 40% akan mengalami grow out, Dermatiris Attopika akan membaik pada umur 12 tahun. Anak yang mengalami alergi pada usia 15 tahun ke atas cenderung untuk menetap, ada kemungkinan toleransi imun terhadap telur, susu dan kedelai.

Komentar

Postingan Populer