ANEMIA APLASTIK
ANEMIA APLASTIK
Definisi
Anemia
aplastik merupakan suatu pansitopenia pada hiposelularitas sum-sum tulang.
Anemia aplastik didapat (Acquired qplastic anemia) berbeda dengan iatrogenic
marrow aplasia, hiposelularitas sum-sum setelah chemotherapy sitotoksik
intensif. Anemia aplastik dapat pula diturunkan : anemia Fancani genetic dan
dyskeratosis congenital, dan sering berkaitan dengan anomaly fisik khas dan
perkembangan pansitopenia terjadi pada umur yang lebih muda, dapat pula berupa
kegagalan sum-sum pada orang dewasa yang terlihat normal. Anemia aplastik
didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung darah yang
rendah secara mendadak pada dewasa muda yang terlihat normal; hepatitis
seronegatif atau pemberian obat yang salah dapat pula mendahului onset ini.
Diagnosis pada keadaan seperti ini tidak sulit. Biasanya penurunan hitung darah
moderat atau tidak lengkap, akan menyebabkan anemia, leucopenia, dan
thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi tertentu.
Insiden
terjadinya anemia aplastik didapat di Eropa dan Israel adalah dua kasus per 1
juta populasi setiap tahunnya. Di Thailand dan Cina, angka kejadiannya yaitu
lima hingga tujuh orang per satu juta populasi. Pada umumnya, pria dan wanita
memiliki frekuensi yang sama. Distribusi umur biasanya biphasic, yang berarti
puncak kejadiannya pada remaja dan puncak kedua pada orang lanjut usia.
Asal anemia
aplastik telah dihubungkan dengan beberapa kejadian klinis terkait (Table 2);
namun, hubungan ini seringkali tidak tepat dan mungkin bukan etiologi. Walaupun
kebanyakan kasus anemia aplastik bersifat idiopatik, adanya riwayat medis
memisahkan kasus idiopatik dari kasus dengan dugaan etiologi seperti paparan obat.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Aplasia
sum-sum merupakan sekuele akut utama dari radiasi. Radiasi merusak DNA;
jaringan bergantung pada mitosis aktif yang biasanya terganggu. Kecelakaan
nuklir tidak hanya melibatkan pekerja namun juga pegawai rumah sakit,
laboratorium, dan industri (sterilisasi makanan, radiography metal,dll),
begitupula dengan orang lain yang terpapar secara tidak sengaja. Sementara
dosis radiasi dapat diperkirakan melalui angka dan derajat penurunan hitung
darah, dosimetri dengan rekonstruksi paparan dapat membantu memperkirakan
prognosis pasien dan dapat pula melindungi tenaga medis dari kontak dengan
jaringan radioaktif dan secret. MDS dan leukemia, namun kemungkinan bukan
anemia aplastik, merupakan efek lambat dari radiasi.
Benzena
merupakan penyebab yang diketahui dari kegagalan sum-sum tulang. Banyak data
laboratorium, klinis, dan epidemiologi yang menghubungkan antara paparan benzene
dengan anemia aplastik, leukemia akut, dan abnormalitas darah dan sum-sum
tulang. Kejadian leukemia kurang berkaitan dengan paparan kumulatif -namun
kecurigaan tetap diperlukan- karena hanya sebagian kecil dari pekerja yang
terpapar terkena benzene myelotoksisitas. Rwayat pekerjaan penting diketahui,
terutama pada insdustri dimana benzene digunakan biasanya sebagai pelarut.
Penyakit darah terkait benzene telah menurun insidennya karena adanya peraturan
mengenai paparan industrial. Walaupun benzene tidak lagi digunakan sebagai
pelarut pada pemakaian rumah tangga , paparan terhadap metabolitnya dapat
terjadi pada makanan dan lingkungan sekitar. Keterkaitan antara kegagalan
sum-sum dengan zat kimia lain kurang bermakna.
Banyak obat
kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya; efeknya
tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Berbeda dengan
hal tersebut, reaksi idiosinkronasi pada kebanyakan obat dapat menyebabkan
anemia aplastik tanpa hubungan dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari
laporan kasus dan suatu penelitian internasional berskala besar di Eropa pada
tahun 1980 secara kuantitatif menilai pengaruh obat, terutama analgesic
nonsteroid, sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa psikotropika, penisilamin,
allopurinol, dan garam emas. Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan
kausatif: obat tertentu dapat digunakan untuk mengatasi gejala pertama dari
kegagalan sum-sum (antibiotic untuk demam atau gejala infeksi virus) atau
memprovokasi gejala pertama dari penyakit sebelumnya (petechiae akibat NSAID
yang diberikan pada pasien thrombositopenia). Pada konteks penggunaan obat
secara total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang
terjadi dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun
dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan
dan kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit dari itu (resiko
selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan kasus kejadiannya; walaupun
pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan epidemic anemia aplasia,
penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi kegagalan
sum-sum tulang). Perkiraan resiko biasanya lebih rendah ketika penelitian
berdasarkan populasi.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Hepatitis
merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia aplasia,
dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada
kebanyakan kejadian. Pasien biasanya pria muda yang sembuh dari serangan
peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya; pansitopenia biasanya sangat
berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C, non-G) dan
kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi. Kegagalan hepar
fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan kegagalan
sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang
terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan pada
sum-sum pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit
sebelumnya. Parvovirus B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia
hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan
kegagalan sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering
terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun
sembuh kembali setelah infeksi berakhir.
Aplasia
merupakan konsekuensi utama dan penyebab kematian yang tak terhindarkan pada
keadaan transfusion-associated graft-versus-host disease (GVDH), yang
dapat terjadi setelah infuse produk darah kepada pasien immunodefisiensi.
Anemia aplastik sangat terkait dengan sindroma kolagen vaskuler yang jarang
terjadi yang disebut fasciitis eosinophilic, yang ditandai dengan adanya
indurasi yang sakit pada jaringan subcutaneous. Pansitopenia dengan hipoplasia
sum-sum dapat pula terjadi pada systemic lupus erythematosus.
Anemia
Aplastik sangat jarang terjadi dan sembuh setelah melahirkan atau setelah
terjadinya keguguran.
Mutasi pada
gen PIG-A di dalam sel bakal hematopoietic menyebabkan terjadinya PNH,
namun mutasi PIG-A kemungkinan pula terjadi pada individu normal. Jika
sel bakal dengan mutasi PIG-A berproliferasi, hasilnya adalah defisiensi
protein membrane sel terkait glycosylphosphatidylinositol. Sel PNH seperti ini
biasanya dapat terlihat dengan flow sitometri dengan ekspresi CD55 atau CD 59
pada granulosit daripada pemeriksaan Ham atau sucrose lysis pada sel darah
merah. Beberapa klon yang terganggun dapat terdeteksi pada separuh pasien
dengan anemia aplastik pada waktu pemeriksaan (dan sel PNH juga dapat terlihat
pada MDS); hemolysis yang jelas dan episode thrombotik terjadi pada pasien
dengan klon PH yang besar (>50%). Penelitian fungsional terhadap sum-sum
tulang pada pasien PNH, walaupun pada orang yang utamanya bermanifestasi
hemolytic, memperlihatkan bukti adanya hematopoiesis yang rusak. Pasien yang
pada awalnya memiliki diagnosis klinis PNH, terutama pada individu yang berumur
lebih muda, kemungkinan pada suatu saat akan mengalami aplasia sum-sum tulang
dan pansitopenia; pasien yang pada awalnya didiagnosis anemia aplastik
kemungkinan mengalami PNH hemolytic beberapa tahun setelah normalnya hitung
darah. Satu penjelasan anemia aplastik yang populer namun tidak terbukti adalah
terpilihnya suatu klon yang terganggu adalah karena sel tersebut mendukung
terjadinya proliferasi pada lingkungan yang tidak biasanya karena adanya destruksi
sum-sum akibat autoimun.
Anemia
Fanconi, suatu gangguan resesif autosomal, bermanifestasi sebagai perkembangan
anomaly congenital, pansitopenia progresif, dan peningkatan resiko keganasan.
Kromosom pada anemia fanconi, anehnya, beresiko terhadap agen DNA cross-link,
dasar dari pemeriksaan diagnostic. Pasien dengan anemia Fanconi biasanya
memiliki postur yang pendek, café au lait spots, dan anomaly yang melibatkan
jari, radius, dan traktus genitourinaria. Paling tidak sekitar 12 defek genetic
berbeda yang telah didapatkan; dan yang paling sering, Anemia Fanconi tipe A,
diakibatkan oleh mutasi pada FANCA. Kebanyakan produk gen pada pasien anemia
Fanconi membentuk kompleks protein yang mengaktivasi FANCD2 untuk berperan
dalam respon seluler pada kerusakan DNA dan menyebabkan cross-linking yang
melibatkan BRCA1, ATM, da NBSI.
Dyskeratosis
congenita ditandai dengan leukoplasia membrane mucous, dystrophi pada kuku,
hiperpigmentasi retikuler, dan perkembangan anemia aplastik pada masa
kanak-kanak. Keragaman X-link disebabkan adanya mutasi pada gen DKCI
(dyskerin); tipe autosomal dominant yang lebih jarang terjadi akibat mutasi hTERC,
yang mengatur kerangka RNA, dan hTERT, yang mengatur reverse
transcriptase catalytic, telomerase; produk gen ini bekerja sama dalam
perbaikan untuk mempertahankan ukuran telomere. Pada sindrom Shwachman-Diamond,
kegagalan sum-sum terlihat pada insufisiensi pankreatik dan malabsorbsi;
kebanyakan pasien memiliki mutasi heterozygous compound pada SBDS, dimana
berimplikasi pada proses RNA.
Patofisiologi
Kegagalan
sum-sum terjadi akibat kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik. Pada
anemia aplastik, tergantinya sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada
morfologi spesimen biopsy (Gambar 1) dan MRI pada spinal. Sel yang membawa
antigen CD34, marker dari sel hematopoietik dini, semakin lemah, dan pada
penelitian fungsional, sel bakal dan primitive kebanyakan tidak ditemukan; pada
pemeriksaan in vitro menjelaskan bahwa “kolam” sel bakal berkurang hingga <
1% dari normal pada keadaan yang berat.
Suatu kerusakan intrinsic pada sel
bakal terjadi pada anemia aplastik konstitusional: sel dari pasien dengan
anemia Fanconi mengalami kerusakan kromosom dan kematian pada paparan terhadap
beberapa agen kimia tertentu. Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia
aplastik, dan mutasi pada gen yang berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan
TERT ) dapat diidentifikasi pada beberapa orang dewasa dengan anomaly
akibat kegagalan sum-sum dan tanpa anomaly secara fisik atau dengan riwayat
keluarga dengan penyakit yang serupa.
Kerusakan
ekstrinsik pada sum-sum terjadi setelah trauma radiasi dan kimiawi seperti
dosis tinggi pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk reaksi idiosinkronasi
yang paling sering pada dosis rendah obat, perubahan metabolisme obat
kemungkinan telah memicu mekanisme kerusakan. Jalur metabolisme dari kebanyakan
obat dan zat kimia, terutama jika bersifat polar dan memiliki keterbatasan
dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi enzimatik hingga menjadi
komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang disebut intermediate); komponen
ini bersifat toxic karena kecenderungannya untuk berikatan dengan makromolekul
seluler. Sebagai contoh, turunan hydroquinones dan quinolon berperan terhadap
cedera jaringan. Pembentukan intermediat metabolit yang berlebihan atau
kegagalan dalam detoksifikasi komponen ini kemungkinan akan secara genetic
menentukan namun perubahan genetis ini hanya terlihat pada beberapa obat;
kompleksitas dan spesifitas dari jalur ini berperan terhadap kerentanan suatu
loci dan dapat memberikan penjelasan terhadap jarangnya kejadian reaksi
idiosinkronasi obat.
Penyembuhan
pada fungsi sum-sum pada beberapa pasien yang dipersiapkan untuk transplantasi
sum-sum dengan antilymphocyte globulin (ALG) menjelaskan bahwa anemia aplastik
kemungkinan dimediasi imun. Seperti dengan hipotesis ini adalah seringnya kegagalan
transplantasi sum-sum dari kembar syngeneic, kemoterapi sitotoksik tidak
dilakukan, keadaan ini menyangkal absennya sel bakal sebagai penyebab dan
keberadaan dari faktor resipien yang menciptakan kegagalan sum-sum. Data
laboratorium mendukung peranan penting sistem imun pada anemia aplastik. Sel
darah dan sel sum-sum tulang pada pasien dapat menekan pertumbuhan sel bakal
normal dan diambilnya sel T yang diamati pada sum-sum tulang pasien anemia
aplastik dapat memperbaiki pembentukan koloni in vitro. Peningkatan jumlah sel
T sitotoksik yang aktif ditemukan pada pasien anemia aplastik dan biasanya
menurun dengan terapi immunosupressif; penukuran sitokin menunjukkan respn imun
TH1 (interferon γ dan tumor necrosis factor). Interferon dan TNF
memicu ekspresi Fas pada sel CD34, menyebabkan apoptosis.; lokalisasi dari sel
T yang teraktivasi pada sum-sum tulang dan produksi lokal pada faktor pelarut
kemungkinan penting dalam kerusakan sel bakal.
Kejadian
sistem imun dini pada anemia aplastik belum dipahami dengan baik. Analisis
ekspresi reseptor sel T menunjukkan oligoklonal dan respon sel T sitotoksik
akibat antigen. Banyak antigen exogen berbeda sepertinya mampu untuk
menginisiasi respon imun patologis, namun paling tidak beberapa sel T
kemungkinan dapat membedakan self-antigen. Jarangnya anemia aplastik walaupun
seringnya paparan zat pemicu (obat-obatan dan virus hepatitis) menandakan bahwa
respon imun yang ditentukan secara genetic dapat mengkonversi respon fisiologis
normal menjadi suatu proses autoimun abnormal yang berkelanjutan, termasuk
polymorphisme pada histokompabilitas antigen, gen sitokin, dang en yang
mengatur polarisasi sel T dan fungsi efektor.
Anemia
aplastik dapat muncul dengan mendadak atau memiliki onset yang berkembang
dengan cepat. Perdarahan merupakan gejala awal yang paling sering terjadi;
keluhan mudah terjadi memar selama beberapa hari hingga minggu, gusi yang
berdarah, mimisan, darah menstruasi yang berlebihan, dan kadang-kadang peteki.
Adanya thrombositopenia, perdarahan massif jarang terjadi, namun perdarahan
kecil pada sistem saraf pusat dapat berbahaya pada intracranial dan menyebabkan
perdarahan retina. Gejala anemia juga sering terjadi termasuk mudah lelah,
sesak napas, dan tinnitus pada telinga. Infeksi merupakan gejala awal yang
jarang terjadi pada anemia aplastik (tidak seperti pada agranulositosis, dimana
faringitis, infeksi anorektal, atau sepsis sering terjadi pada permulaan
penyakit). Gejala yang khas dari anemia aplastik adalah keterbatasan gejala
pada sistem hematologist dan pasien sering merasa dan sepertinya terlihat sehat
walaupun terjadi penurunan drastis pada hitung darah. Keluhan sistemik dan penurunan berat badan sebaiknya mengarahkan penyebab
pasitopenia lainnya. Adanya pemakaian obat sebelumnya, paparan zat kimia, dan
penyakit infeksi virus sebelumnya mesti diketahui. Riwayat kelainan hematologis
pada keluarga dapat mengindikasikan penyebab konstitusional pada kegagalan
sum-sum.
Peteki dan
ekimosis sering terjadi dan perdarahan retina dapat ditemukan. Pemeriksaan
pelvis dan rectal tidak dianjurkan namun jika dikerjakan, harus dengan
hati-hati dan menghindari trauma; karena pemeriksaan ini biasanya menyebabkan
perdarahan dari servikal atau darah pada tinja. Kulit dan mukosa yang pucat
sering terjadi kecuali pada kasus yang sangat akut atau yang telah menjalani
transfusi. Infeksi pada pemeriksaan pertama jarang terjadi namun dapat timbul jika
pasien telah menjadi simptomatik setelah beberapa minggu. Limfadenopati dan
splenomegaly juga tidak sering terjadi pada anemia aplastik. Bintik Café au
lait dan postur tubuh yang pendek merupakan tanda anemia Fanconi; jari-jari
yang aneh dan leukoplakia menandakan dyskeratosis congenita.
Apusan
menunjukkan eritrosit yang besar dan kurangnya platelet dan granulosit. Mean
corpuscular volume (MCV) biasanya meningkat. Retikulosit tidak ditemukan atau
kurang dan jumlah limfosit dapat normal atau sedikit menurun. Keberadaan
myeloid immature menandakan leukemia atau MDS; sel darah merah yang bernukleus
menandakan adanya fibrosis sum-sum atau invasi tumor; platelet abnormal
menunjukkan adanya kerusakan perifer atau MDS.
Sum-sum
tulang biasanya mudah diaspirasi namun menjadi encer jika diapuskan dan biopsi
specimen lemak terlihat pucat pada pengambilan. Pada aplasia berat, apusan dari
specimen aspirat hanya menunjukkan sel darah merah, limfosit residual, dan sel
strome; biopsy (dimana sebaiknya berukuran >1 cm) sangat baik untuk
menentukan selularitas dan kebanyakan menunjukkan lemak jika dilihat dibawah
mikroskop, dengan sel hematopoetik menempati <25% style="">
sum-sum yang
kosong, sedangkan “hot-spot” hematopoiesis dapat pula terlihat pada kasus yang
berat. Jika specimen pungsi krista iliaka tidak adekuat, sel dapat pula
diaspirasi di sternum. Sel hematopoietik residual seharusnya mempunyai
morfologi yang normal, kecuali untuk eritropoiesis megaloblastik ringan; megakariosit
selalu sangat berkurang dan biasanya tidak ditemukan. Sebaiknya myeloblast
dicari pada area sekitar spikula. Granuloma (pada specimen seluler) dapat
mengindikasikan etiologi infeksi dari kegagalan sum-sum.
Penelitian
kerusakan kromosom pada darah perifer menggunakan diepoxybutane atau mitomycin
C sebaiknya dikerjakan pada anak-anak dan dewasa muda untuk mengeliminasi
diagnoss anemia Fanconi. Analisis genetic untuk menilai kegagalan sum-sum
fungsional telah banyak tersedia di laboratorium. Penilitian kromosom pada sel
sum-sum tulang biasanya menunjukkan adanya MDS dan biasanya negative pada
anemia aplastik tipikal. Essay flow cytometric telah menggantikan test Ham
untuk menegakkan diagnosis PNH. Penelitian serologic dapat menunjukkan bukti
adanya infeksi virus, seperti Epstein-Barr dan HIV. Anemia aplastik post
hepatitis biasanya seronegaif. Ukuran limpa sebaiknya ditentukan melalui
pemeriksaan CT-scan atau ultrasound jika pemeriksaan fisik pada abdomen kurang
memuaskan. MRI dapat berguna menilai kandugan lemak pada beberapa tulang
belakang untuk membedakan aplasia dengan MDS.
Diagnosis
anemia aplastik biasanya dilakukan dengan cepat, berdasar dari kombinasi
pansitopenia dengan sum-sum tulang kosong dan berlemak. Anemia aplastik
merupakan penyakit dewasa muda dan sebaiknya menjadi diagnosis utama pada
seorang remaja atau dewasa yang mengalami pansitopenia. Jika yang terjadi
adalah pansitopenia sekunder, diagnosis utama biasanya ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisis : pembesaran limpa seperti pada sirosis
alkoholik, riwayat metastasis kanker, atau sistemik lupus eritematosus, atau
tuberculosis miliar pada gambaran radiology (Table 1)
Masalah diagnosis dapat timbul
dengan gambaran penyakit yang atipikal dan merata. Dimana pansitopenia sangat
umum terjadi, beberapa pasien dengan hiposelularitas pada sum-sum memiliki
penurunan hanya pada satu atau dua dari tiga jenis sel darah, seringkali
memperlihatkan perkembangan menjadi anemia aplastik yang jelas. Sum-sum tulang pada anemia aplastik sulit dibedakan secara morfologis
dengan aspirat pada penyakit didapat. Diagnosis dapat dipengaruhi oleh riwayat
keluarga, hitung jenis darah yang abnormal, atau keberadaan dari anomali fisik
yang terkait. Anemia aplasia lebih sulit dibedakan dari variasi hiposeluler
dari MDS : MDS ditandai dengan penemuan abnormalitas morfologis, terutama
megakariosit dan sel bakal myeloid, dan abnormalitas sitogenik tipikal.
Sifat alami
dari perkembangan anemia aplastik adalah penurunan kesehatan dan kematian.
Persiapan sel darah merah dan kemudian transfusi sel darah putih serta
antibiotic platelet terkadang berguna, namun hanya segelintir pasien
memperlihatkan penyembuhan spontan. Penentu utama prognosis adalah hitung
darah, beratnya penyakit diindikasikan oleh dua dari tiga parameter ini :
hitung netrophil absolute <500/µl,>
Anemia
aplastik dapat disembuhkan dengan penggantian sel hematopoietik yang hilang (
dan sistem imun) dengan transplantasi stem cell, atau dapat diringankan dengan
penekanan sistem imun untuk mempercepat penyembuhan fungsi sum-sum tulang
residual. Faktor pertumbuhan hematopoietik memiliki keterbatasan manfaat dan
glukokortikoid tidaklah bermanfaat. Paparan obat atau zat kimia yang dicurigai
sebaiknya dihentikan dan dihindari; namun, penyembuhan spontan dari penurunan
sel darah yang berat jarang terjadi, dan periode menunggu sebelum memulai
penanganan tidak dianjurkan kecuali hitung jenis darah hanya sedikit menurun.
Komentar
Posting Komentar