Farmasi Klinis
Bismillah ....
Mencoba untuk berbagi lewat sebuah blog, semoga bisa bermanfaat.
Blog ini dibuat untuk media belajar bersama tentang ilmu farmasi klinis khususnya farmakoterapi dan Farmakologi.
Farmasi klinik adalah suatu disiplin ilmu kesehatan di mana farmasis memberikan asuhan (“care”; bukan hanya jasa pelayanan klinis) kepada pasien dengan tujuan untuk mengoptimalkan terapi obat dan mempromosikan kesehatan, wellness dan prevensi penyakit.
Clinical Pharmacy is a health science discipline in which pharmacists provide patient care that optimizes medication therapy and promotes health, wellness, and disease prevention: see http://www.accp.com/about/clinicalPharmacyDefined.aspx)
Pengantar Farmasi Klinis
III. Sejarah
Farmasi Klinis
Farmasi klinik adalah suatu disiplin ilmu kesehatan di mana farmasis memberikan asuhan (“care”; bukan hanya jasa pelayanan klinis) kepada pasien dengan tujuan untuk mengoptimalkan terapi obat dan mempromosikan kesehatan, wellness dan prevensi penyakit.
Clinical Pharmacy is a health science discipline in which pharmacists provide patient care that optimizes medication therapy and promotes health, wellness, and disease prevention: see http://www.accp.com/about/clinicalPharmacyDefined.aspx)
Pengantar Farmasi Klinis
I. Pengertian
Farmasi Klinis
Farmasi Klinis merupakan praktek kefarmasian yang
berorientasi kepada pasien lebih dari orientasi kepada produk. Istilah farmasi
klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu
farmasi yang menekankan fungsi farmasis untuk memberikan asuhan kefarmasian
(pharmaceutical care) kepada pasien, bertujuan untuk meningkatkan outcome pengobatan.
II. Tujuan
Farmasi Klinis
1. Memaksimalkan efek terapeutik
- Efektivitas terapi meliputi:
- Ketepatan indikasi
- Ketepatan pemilihan obat
- Ketepatan pengaturan dosis sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
- Evaluasi terapi
2. Meminimalkan resiko
- Memastikan risiko yang sekecil mungkin bagi pasien
- Meminimalkan masalah ketidakamanan pemakaian obat meliputi efek samping, dosis, interaksi, dan kontra indikasi
3.
Meminimalkan biaya
Untuk rumah sakit dan pasien
- Apakah jenis obat yang dipilih adalah yang paling efektif dalam hal biaya dan rasional ?
- Apakah terjangkau oleh kemampuan pasien atau rumah sakit ?
- Jika tidak, alternatif jenis obat apa yang memberikan kemanfaatan dan keamanan yang sama ?
4.
Menghormati pilihan pasien
- Keterlibatan pasien dalam proses pengobatan akan menetukan keberhasilan terapi.
- Hak pasien harus diakui dan diterima semua pihan
Secara historis, perubahan-perubahan dalam profesi
kefarmasian di Inggris, khususnya dalam abad ke-20, dapat dibagi dalam periode/tahap:
Periode
/ tahap tradisional
Dalam periode tradisional ini, fungsi farmasis yaitu
menyediakan, membuat, dan mendistribusikan produk yang berkhasiat obat. Tenaga
farmasi sangat dibutuhkan di apotek sebagai peracik obat. Periode ini mulai
mulai goyah saat terjadi revolusi industri dimana terjadi perkembangan pesat di
bidang industri tidak terkecuali industri farmasi. Ketika itu sediaan obat jadi
dibuat oleh industri farmasi dalam jumlah besar-besaran. Dengan beralihnya
sebagian besar pembuatan obat oleh industri maka fungsi dan tugas farmasis
berubah. Dalam pelayanan resep dokter, farmasis tidak lagi banyak berperan pada
peracikan obat karena obat yang tertulis di resep sudah bentuk obat jadi yang
tinggal diserahkan kepada pasien. Dengan demikian peran profesi kefarmasian
makin menyempit.
Tahap
Transisional (1960-1970)
Perkembangan-perkembangan
dan kecenderungan tahun 1960-an/1970-an
A. Ilmu
kedokteran cenderung semakin spesialistis
Kemajuan dalam ilmu
kedokteran yang pesat, khusunya dalam bidang farmakologi dan banyaknya macam
obat yang mulai membanjiri dunia menyebabkan para dokter merasa ketinggalan
dalam ilmunya. Selain ini kemajuan dalam ilmu diagnosa, aalat-alat diagnosa
baru serta penyakit-penyakit yang baru muncul (atau yangbaru dapat didefinisikan)
membingungkan para dokter. Satu profesi tiadak dapat lagi menangani semua
pengetahuan yang berkembang dengan pesat.
B. Obat-obat
baru yang efektif secara terapeutik berkembang pesat sekali dalam dekade-dekade
tersebut. Akan tetapi keuntungan dari segi terapi ini membawa masalah-masalah
tersendiri dengan meningkatnya pula masalah baru yang menyangkut obat; antara
lain efek samping obat, teratogenesis, interaksi obat-obat, interaksi
obat-makanan, dan interaksi obat-uji laboratorium.
C. Meningkatnya
biaya kesehatan sektor publik amtara lain disebabkan oleh penggunaan teknologi
canggih yang mahal, meningkatnya permintaan pelayanan kesehatan secara
kualitatif maupun kuantitatif, serta meningkatnya jumlah penduduk lansia dalam
struktur demografi di negara-negara maju, seperti Inggris. Karena tekanan biaya
kesehatan yang semakin mahal, pemerintah melakuakn berbagai kebijakan untuk
meningkatkan efektifitas biaya (cost-effectiveness), termasuk dalam hal belanja
obat (drugs expenditure).
D. Tuntunan
masyarakat untuk pelayanan medis dan farmasi yang bermutu tinggi disertai
tuntunan pertanggungjawaban peran para dokter dan farmasis, sampai gugatan atas
setiap kekurangan atau kesalahan pengobatan.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut
terjadi secara paralel dengan perubahan peranan farmasis yang semakin sempit.
Banyak orang mempertanyakan peranan farmasis yang overtrained dan
underutilised, yaitu pendidikan yang tinggi akan tetapi tidak dimanfaatkan
sesuai dengan pendidikan mereka. Situasi ini memunculkan perkembangan farmasi
bangsal (ward pharmacy) atau farmasi klinis (clinical pharmacy).
Farmasi klinis lahir pada tahun 1960-an di Amerika
Serikat dan Inggris dalam periode transisi ini. Masa transisi ini adalah masa
perubahan yang cepat dari perkembangan fungsi dan peningkatan jenis-jenis
pelayanan profesional yang dilakukan oleh bebrapa perintis dan sifatnya masih
individual. Yang paling menonjol adalah kehadiran farmasis di ruang rawat rumah
sakit, meskipun masukan mereka masih terbatas. Banyak farmasis mulai
mengembangkan fungsi-fungsi baru dan mencoba menerapkannya. Akan tetapi
tampaknya, perkembangannya masih cukup lambat. Diantara para dokter, farmasis
dan perawat, ada yang mendukung, tetapi adapula yang menolaknya.
Tahap Masa Kini
Pada
periode ini mulai terjadi pergeseran paradigma yang semula pelayanan farmasi
berorientasi pada produk, beralih ke pelayanan farmasi yang berorientasi lebih
pada pasien. Farmasis ditekankan pada kemampuan memberian pelayanan pengobatan
rasional. Terjadi perubahan yang mencolok pada praktek kefarmasian khususnya di
rumah sakit, yaitu dengan ikut sertanya tenaga farmasi di bangsal dan terlibat
langsung dalam pengobatan pasien.
Karakteristik pelayanan farmasi klinik di
rumah sakit adalah :
- Berorientasi kepada pasien
- Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit (bangsal)
- Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai dan memberi informasi bila diperlukan
- Bersifat aktif, dengan memberi masukan kepada dokter sebelum pengobatan dimulai, atau menerbitkan buletin informasi obat atau pengobatan
- Bertanggung jawab atas semua saran atau tindakan yang dilakukan
- Menjadi mitra dan pendamping dokter.
Dalam sistem pelayanan kesehatan pada konteks farmasi klinik, farmasis adalah
ahli pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan evalusi pengobatan dan
memberikan rekomendasi pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan
lain. Farmasis merupakan sumber utama informasi ilmiah terkait dengan
penggunaan obat yang aman, tepat dan cost effective.
Tahap Masa Depan Pelayanan Kefarmasian
(Pharmaceutical Care)
Gagasan
ini masih dalam proses perkembangan. Diberikan disini untuk perluasan wawasan
karena kita akan sering mendengar konsep ini. Pelayanan kefarmasiaan (Pharmaceutical
Care) didefinisikan oleh Cipolle, Strand, dan Morley (1998) sebagai: “A
practice in which the practitioner takes responsibility for a patient’s drug
therapy needs, and is held accountable for this commitment”. Dalam prakteknya,
tanggung jawab terapi obat diwujudkan pada pencapaian hasil positif bagi pasien.
Proses pelayanan
kefarmasian dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu;
1. Penilaian (assessment):
untuk menjamin bahwa semua terapi obat yang diiberikan kepada pasien
terindikasikan, berkasiat, aman dan sesuai serta untuk mengidentifikasi setiap
masalah terapi obat yang muncul, atau memerlikan pencegahan dini.
2. Pengembangan perencanaan perawatan
(Development of a Care Plan): secara bersama – sama,
pasien dan praktisi membuat suatu perencanaan untuk menyelesaikan dan mencegah
masalah terapi obat dan untuk mencapai tujuan terapi. Tujuan ini (dan
intervensi) didesain untuk:
- Menyelesaikan setiap masalah terapi yang muncul
- Mencapai tujuan terapi individual
- Mencegah masalah terapi obat yang potensial terjadi kemudian
3. Evaluasi: mencatat
hasil terapi, untuk mengkaji perkembangan dalam pencapaian tujuan terapi dan
menilai kembali munculnya masalah baru.
Ketiga tahap proses ini
terjadi secara terus – menerus bagi seorang pasien.
Konsep perencanaan pelayanan kefarmasian
telah dirangkai oleh banyak praktisi farmasi klinis. Meskipun definisi
pelayanan kefarmasian telah diterapkan secara berbeda dalam negara yang berbeda,
gagasan dasar adalah farmasis
bertanggungjawab terhadap hasil penggunaan obat oleh/untuk pasien sama seperti
seorang dokter atau perawat bertanggungjawab terhadap pelayanan medis dan
keperawatan yang mereka berikan. Dengan kata lain, praktek ini berorientasi
pada pelayanan yang terpusat kepada pasien dan tanggungjawab farmasis terhadap
morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan obat.
IV. Farmasi
Klinik diberbagai Belahan Dunia
Farmasi Klinik di Eropa
Gerakan
farmasi klinik di Eropa mulai menggeliat dengan didirikannya European
Society of Clinical Pharmacy (ESCP) pada tahun 1979 (Leufkens et al,
1997). Sejak itu terjadi perdebatan yang terus menerus mengenai tujuan, peran
dan nilai tambah farmasi klinik terhadap pelayanan pasien. Pada tahun 1983,
ESCP mengkompilasi dokumen pendidikan berisi persyaratan dan standar untuk
keahlian dan ketrampilan seorang farmasis klinik (ESCP, 1983). Pada tahun
itu, Federation Internationale Pharmaceutique (FIP) mempublikasikan
prosiding simposium bertemakan ‘Roles and Responsibilities of the
Pharmacists in Primary Health Care’ di mana berhasil disimpulkan peran
klinis seorang farmasis (Breimer et al, 1983). Sejak itu, World Health
Organisation (WHO) dan berbagai institusi lain mulai mengenal dan
memperjuangkan farmasis sebagai tenaga pelayanan kesehatan yang strategis
(Lunde dan Dukes, 1989). Pada tahun 1992, ESCP mempublikasikan “The Future
of Clinical Pharmacy in Europe” yang merefleksikan perubahan cepat
tentang peran farmasi di dalam sistem pelayanan kesehatan (Bonal et
al, 1993). Perubahan tersebut terjadi secara universal di berbagai negara,
dan itu terkait dengan perkembangan teknologi kesehatan, ekonomi kesehatan,
informatika, sosial ekonomi, dan hubungan profesional (Waldo et al,
1991).
Menurut
ESCP, farmasi klinik merupakan pelayanan yang diberikan oleh apoteker di RS,
apotek, perawatan di rumah, klinik, dan di manapun, dimana terjadi peresepan
dan penggunaan obat. Adapun tujuan secara menyeluruh aktivitas farmasi klinik
adalah meningkatkan penggunaan obat yang tepat dan rasional, dan hal ini
berarti:
- Memaksimalkan efek pengobatan yaitu penggunaan obat yang paling efektif untuk setiap kondisi tertentu pasien.
- Meminimalkan risiko terjadinya adverse effect, yaitu dengan cara memantau terapi dan kepatuhan pasien terhadap terapi.
- Meminimalkan biaya pengobatan yang harus dikeluarkan oleh pasien atau pemerintah (ESCP, 2009).
Farmasi Klinik di Australia
Di
Australia, 90% rumah sakit swasta dan 100% rumah sakit pemerintah memberikan
pelayanan farmasi klinik. Organisasi profesi utama yang mewadahi farmasis yang
bekerja di RS di Australia adalah The Society of Hospital Pharmacists of
Australia (SHPA), yang didirikan pada tahun 1941. Pada tahun 1996, SHPA
mempublikasikan Standar Pelayanan Farmasi Klinik yang menjadi referensi utama
pemberian pelayanan farmasi klinik di Australia.
Komponen
fundamental dari standar ini adalah pernyataan tentang tujuan farmasi klinik
dan dokumentasi dari aktivitas farmasi klinik terpilih. Standar ini juga
digunakan dalam pengembangan kebijakan pemerintah dalam akreditasi pelayanan
farmasi klinik di Australia, dan juga sebagai standar untuk pendidikan farmasi,
baik di tingkat S1 maupun pasca sarjana (DiPiro, 2002)
Farmasi Klinik di Indonesia
Praktek
pelayanan farmasi klinik di Indonesia relatif baru berkembang pada tahun
2000-an, dimulai dengan adanya beberapa sejawat farmasis yang belajar farmasi
klinik di berbagai institusi pendidikan di luar negeri. Belum sepenuhnya
penerimaan konsep farmasi klinik oleh tenaga kesehatan di RS merupakan salah
satu faktor lambatnya perkembangan pelayanan farmasi klinik di Indonesia. Masih
dianggap atau merupakan keganjilan jika apoteker yang semula berfungsi
menyiapkan obat di Instalasi Farmasi RS, kemudian ikut masuk ke bangsal
perawatan dan memantau perkembangan pengobatan pasien, apalagi jika turut
memberikan rekomendasi pengobatan, seperti yang lazim terjadi di negara maju.
Farmasis sendiri selama ini terkesan kurang menyakinkan untuk bisa memainkan
peran dalam pengobatan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh sejarah
pendidikan farmasi yang bersifat monovalen dengan muatan sains yang masih cukup
besar (sebelum tahun 2001), sementara pendidikan ke arah klinik masih sangat
terbatas, sehingga menyebabkan farmasis merasa gamang berbicara tentang
penyakit dan pengobatan
Sebagai
informasi, sejak tahun 2001, pendidikan farmasi di Indonesia, khususnya di UNAIR (saat itu masih Spesialis Farmasi Rumah Sakit) dan UGM,
telah mengakomodasi ilmu-ilmu yang diperlukan dalam pelayanan farmasi klinik,
seperti patofisiologi, farmakoterapi, dll. dengan adanya minat studi Farmasi
Klinik dan Komunitas.
Bersamaan
dengan itu, mulai tahun 2001, berhembus angin segar dalam pelayanan
kefarmasian di Indonesia. Saat itu terjadi restrukturisasi pada organisasi
Departemen Kesehatan di mana dibentuk Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, dengan Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik di
bawahnya, yang mengakomodasi pekerjaan kefarmasian sebagai salah satu pelayanan
kesehatan utama, tidak sekedar sebagai penunjang. Menangkap peluang itu,
Fakultas Farmasi UNAIR atau UGM termasuk menjadi salah satu pioner dalam pendidikan
Farmasi Klinik dengan dibukanya Program Magister Farmasi Klinik. Di sisi lain,
beberapa sejawat farmasis rumah sakit di Indonesia mulai melakukan kegiatan
pelayanan farmasi klinik, walaupun masih terbatas. Namun demikian, bukan
berarti perkembangan farmasi klinik serta merta meningkat pesat, bahkan
perkembangannya masih jauh dari harapan. Kasus Prita di sebuah RS di Tangerang
yang cukup menghebohkan beberapa saat lalu merupakan salah satu cermin bahwa
pelayanan kesehatan di Indonesia masih harus ditingkatkan, dan farmasis klinik
mestinya bisa mengambil peran mencegah kejadian serupa. Kiranya ke depan,
perlu dilakukan upaya-upaya strategis untuk membuktikan kepada pemegang
kebijakan dan masyarakat luas bahwa adanya pelayanan farmasi langsung kepada
pasien akan benar-benar meningkatkan outcome terapi bagi pasien, seperti
yang diharapkan ketika gerakan farmasi klinik ini dimulai.
V. Macam – Macam Aktivitas Farmasi Klinik
Walaupun ada sedikit variasi di berbagai negara, pada prinsipnya aktivitas
farmasi klinik meliputi :
1. Pemantauan pengobatan.
Hal ini dilakukan dengan
menganalisis terapi, memberikan advis kepada praktisi kesehatan tentang
kebenaran pengobatan, dan memberikan pelayanan kefarmasian pada pasien secara
langsung
2. Seleksi obat.
Aktivitas ini dilakukan dengan bekerja
sama dengan dokter dan pemegang kebijakan di bidang obat dalam penyusunan
formularium obat atau daftar obat yang digunakan.
3. Pemberian informasi obat.
Farmasis bertanggug-jawab
mencari informasi dan melakukan evaluasi literatur ilmiah secara kritis, dan
kemudian mengatur pelayanan informasi obat untuk praktisi pelayanan kesehatan
dan pasien
4. Penyiapan dan peracikan obat.
Farmasis bertugas
menyiapkan dan meracik obat sesuai dengan standar dan kebutuhan pasien
5. Penelitian dan studi penggunaan obat.
Kegiatan farmasi
klinik antara lain meliputi studi penggunaan obat, farmakoepidemio- logi,
farmakovigilansi, dan farmakoekonomi.
6. Therapeutic drug monitoring (TDM).
Farmasi
klinik bertugas menjalankan pemantauan kadar oba
7. Uji klinik.
Farmasis juga terlibat dalam perencanaan
dan evaluasi obat, serta berpartisipasi dalam uji klinik.
8. Pendidikan dan pelatihan, terkait dengan pelayanan
kefarmasian.
Semua yang dipaparkan di atas adalah gambaran
perkembangan profesi farmasi, khususnya farmasi klinik, yang terjadi di
beberapa belahan dunia
Komentar
Posting Komentar