SIROSIS HATI
SIROSIS HATI
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh
darah besar, dan seluruh struktur hati mengalami perubahan menjadi irregular,
dan terbentuknya jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang
mengalami regenerasi. Secara fungsional sirosis hati dibagi atas 2 jenis, yang
pertama adalah sirosis hati kompensata, dimana pada stadium ini belum terdapat
gejala-gejala yang nyata (asimptomatis). Biasanya
stadium ini ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan screening. Yang
kedua adalah sirosis hati dekompensata, pada stadium ini gejala-gejala sudah
sangat jelas, pasien merasa lemas, adanya asites, ikterus, dll.Pada stadium
inilah pasien dibawa ke tempat pelayanan kesehatan atau ke Rumah Sakit.
I. Epidemiologi
Sirosis
Penderita
sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan
wanita sekitar 1,6:1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur
30-59 tahun, dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.
II. Patofisiologi
Hati dapat
terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat
terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan
hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk
ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata
berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel
stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan
pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan
sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin
dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon
terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming
growth facto beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C
kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk
memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran
dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti
endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen
mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya
kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan
pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati
dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar
akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak
gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi
portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.
III. Etiologi Sirosis
Sirosis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, termasuk radang kronis
berkepanjangan, racun, infeksi, dan penyakit jantung. Di Amerika sendiri
penyebab sirosis hepatic mulai dari yang paring sering
a. Hepatitis C
(26%)
b. Alcoholic
Liver Disease (21%)
c. Penyebab
Cryptogenik/Tidak diketahui (18%)
d. Hepatitis C
+ Alkohol (15%)
e. Hepatitis B
(15%)
f. Lain-lain
(5%)
IV. Gejala dan
Tanda
Pada kasus
dengan Sirosis Hati Kompensata, pasien tidak mempunyai keluhan yang terlalu
berarti selain dari cepat merasa lelah dan nafsu makan yang menurun tidak
begitu signifikan. Beda halnya dengan pasien pada stadium dekompensata, dimana
sudah timbul banyak gejala yang membuat pasien tidak berdaya akibat hati gagal
mengkompensasi akumulasi kerusakan yang dialaminya. Berikut gejala-gejala umum
beserta dengan penjelasan patomekanismenya.
IV.1.
Hipertensi Portal
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada
aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran
balik vena portal dan peningkatan tahanan pada aliran darah portal.
Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor
tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis
disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati. Perubahan tersebut
seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi oleh sel
stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya
kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide
diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada
sirosis terjadi penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan
kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar.
Hepatic venous pressure gradient (HVPG) merupakan selisih
tekanan antara vena portal dan tekanan pada vena cava inferior. HVPG normal
berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg dapat menyebabkan terjadinya
asites. Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan munculnya varises pada organ
terdekat. Tingginya tekanan darah portal merupakan salah satu predisposisi
terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises utamanya pada esophagus.
IV.2. Edema dan Asites
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam
memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan
protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu dengan
mejaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma.
Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami
ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan
keadaan ini disebut edema.
Akibat dari berubahnya tekanan osmotic di dalam
vaskuler, pasien dengan sirosis hepatis dekompensata mengalami peningkatan
aliran limfatik hepatik. Akibat terjadinya penurunan onkotik dari vaskuler
terjadi peningkatan tekanan sinusoidal Meningkatnya tekanan sinusoidal yang
berkembang pada hipertensi portal membuat peningkatan cairan masuk kedalam
perisinusoidal dan kemudian masuk ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat
keadaan ini melampaui kemampuan dari duktus thosis dan cisterna chyli, cairan
keluar ke insterstitial hati. Cairan yang berada pada kapsul hati dapat
menyebrang keluar memasuki kavum peritonium dan hal inilah yang mengakibatkan
asites. Karena adanya cairan pada peritoneum dapat menyebabkan infeksi spontan
sehingga dapat memunculkan spontaneus bacterial peritonitis yang dapat
mengancam nyawa pasien
IV.3 Hepatorenal Syndrome
Sindrome ini memperlihatkan disfungsi berlanjut dari
ginjal yang diobsrevasi pada pasien dengan sirosis dan disebabkan oleh adanya
vasokonstriksi dari arteri besar dan kecil ginjal dan akibat berlangsungnya
perfusi ginjal yang tidak sempurna.kadar dari agen vasokonstriktor meningkat
pada pasien dengan sirosis, temasuk hormon angiotensin, antidiuretik, dan
norepinephrine.
IV.4. Hepatic Encephalopathy
Ada 2 teori yang menyebutkan bagaimana perjalanan sirosis heatis menjadi
ensephalopathy, teori pertama menyebutkan adanya kegagalan hati memecah amino,
teori kedua menyebutkan gamma aminobutiric acid (GABA) yang beredar sampai ke darah
di otak.
Amonia diproduksi di saluran cerna oleh degradasi bakteri terhadap zat
seperti amino, asam amino, purinm dan urea. Secara normal ammonia ini dipecah
kembali menjadi urea di hati, seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Pada penyakit hati atau porosystemic shunting, kadar ammonia
pada pembuluh darah portal tidak secara efisien diubah menjadi urea. Sehingga
peningkatann kadar dari ammonia ini dapat memasuki sirkulasi pembuluh darah.
Ammonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk mengganggu transit
asam amino, air, dan elektrolit ke membrane neuronal. Ammonia juga dapat
mengganggu pembentukan potensial eksitatory dan inhibitory. Sehingga pada
derajat yang ringan, peningkatan ammonia dapat mengganggu kosentrasi penderita,
dan pada derajat yang lebih berat dapat sampai membuat pasien mengalami koma.
IV.5. Gejala-gejala lainnya
Pada pasien dengan sirosis hepatis dekompensata, sangat banyak gejala yang
muncul diakibatkan hati mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan
sehingga jika peranan ini terganggu maka akan banyak timbul abnormalitas dalam
kehidupan seorang penderita.
Adanya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati membuat
seseorang tetap mempunyai cadangan energi dan energi apabila seseorang tidak
makan, namun pada pasien sirosis hepatis, kedua proses ini tidak berlangsung
sempurna sehingga pasien mudah lelah dan pada keadaan yang lebih berat pasien
bahkan tidak dapat melakukan aktivitas ringan.
Karena hati mempunyai peranan dalam memecah obat, sehingga pada sirosis
hepatis, ditemukan sensitivitas terhadap obat semakin menigkat, efek samping
obat lebih menonjol dariada implikasi medisnya sehingga pada penderita sirosis
hepatis, pemilihan obat harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Pada pasien sirosis juga ditemukan perdarahan spontan
akibat adanya kekurangan faktor faktor pembekuan yang diproduksi di hati. Memar
juga dapat terjadi akibat kekurangan faktor-faktor ini.
Perdarahan esofagus juga ditemukan karena adanya
peningkatan tekanan vena portal sehingga darah memberikan jalur cadangan pada
pembuluh darah sekitar untuk sampai ke jantung, maka darah melalui pembuluh
darah oesofagus, karena pembuluh darah ini kecil maka gesekan akibat makanan
yang normalnya tidak memberikan luka pada orang biasa membuat varises ini pecah
sehingga timbul darah. Darah ini dapat saja keluar melalui muntahan darah atau
juga dapat melalui tinja yang berwarna ter (hematemesis melena).
Hati juga mempunyai peranan dalam endokrin, sehingga
sirosis dapat memperlihatkan manifestasi endokrin seperti pada wanita terdapat
kelainan siklus menstruasi dan pada laki-laki ditemukan gynecomastia dan
pembengkakan skrotum.
V. Diagnosis
Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati
dekompensata tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami
pasien dan tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan
kita pada diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG
Abdomen dan tes-tes laboratorium dapat membantu
Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya
pembesaran hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati
justru mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat
menggunakan tes-tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid wave.
Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu, spider
telangiekstasis (Suatu lesi vaskular ang dikelilingi vena-vena kecil),
eritema palmaris (warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan),
caput medusa, foetor hepatikum (bau yang khas pada penderita sirosis), dan
ikterus
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu
diagnosis, Fungsi hati kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum
albumin, prothrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil oksaloasetat (SGOT)
dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu
tinggi dan juga tidak spesifik.
Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah
secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan.
Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan
irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga
dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena
porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.
Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat
beratnya sirosis dengan menggunakan klasifikasi Child Pugh.
Tabel I. Klasifikasi Child Pugh
Derajat Kerusakan
|
Minimal
|
Sedang
|
Berat
|
Satuan
|
Bilirubin (total)
|
<35>
|
35-50
|
>50
(>3)
|
μmol/l
(mg/dL)
|
>35
|
30-35
|
<30
|
g/L
|
|
Nutrisi
|
Sempurna
|
Mudah
dikontrol
|
Sulit
terkontrol
|
-
|
Nihil
|
Dapat
terkendali dengan pengobatan
|
Tidak
dapat terkendali
|
-
|
|
Nihil
|
minimal
|
Berat/koma
|
-
|
VI. Penatalaksanaan
Kebanyakan penatalaksaan ditujukan untuk meminimalisir
komplikasi yang disebabkan oleh sirosis mengingat sirosis merupakan kerusakan
hati yang ireversibel sehingga untuk memperbaiki struktur hati sepertinya tidak
dapat dilakukan.
Pengobatan firosis hati pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa yang akan datang,
menempatkan sel stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Interferon mempunyai aktifitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stellata bisa merupakan suatu
pilihan.
Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali
dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau 90mmol/hari. Diet
rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diureitk. Awalnya dengan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau
1kg/hari bila edema kaki ditemukan. Bila pemberian spironolaktine belum adequat
maka bisa dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari.
Parasintesis dilakukan jika jumlah asites sangat besar.
Pada pasien dengan adanya ensefalopati hepatik dapat
digunakan laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan
untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.
Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah
berdarah dapat diberikan propanolol. Waktu pendarahan akut, dapat diberikan
preparat somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakan ligasi
endoskopi atau skleroterapi.
VII. Prognosis
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi
oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi,
dan penyait lain yang menyertai. Klasifikasi Child Pugh, juga dapat digunakan
untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi.
Referensi
1.
Ali Sulaiman, dkk. Gastroenterologi Hepatologi. Sagung Seto. 1997
2.
Aru Sudoyo. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD
FKUI. Jakarta. Juli 2006
4. Jeffrey A
Gunter, MD. Cirrhosis. http://www.emedicinehealth.com/cirrhosis/article_em.htm#Cirrhosis%20Overview. 2005
5. Rodney Rhoades,
George Tanner. Medical Physiology. Lippincott Williams & Wilkins.
2003
Komentar
Posting Komentar